PEALAJARAN BERHARGA DI BULAN RAMADHAN
Allah ta’ala menciptakan hambanya dengan tujuan agar hanya beribadah pada-Nya semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun. Allah ta’ala berfirman dalam kitabnya yang mulia:
“Tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Allah ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya.”
Kemudian Dia berfirman: “Dan Dia adalah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Orang-orang yang diuji untuk diketahui siapakah yang paling baik amalannya akan mendapatkan balasan dengan amal tersebut sehingga Allah ta’ala menutup ayat tersebut dengan nama-Nya Al Ghofur (Maha Pengampun), sedangkan bagi orang-orang yang tidak mampu menghadapi ujian dan cobaan di dunia maka dia berhak mendapatkan hukuman dari-Nya sehingga Dia menutup pula ayat tersebut dengan Namanya Al Aziz (Maha Perkasa). Yang Demikian itu sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya:
“Kabarkanlah kepada hamba Ku bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dan sesungguhnya Azabku adalah Azab yang sangat pedih.” (QS. Al-Hijr: 49)
Sebagaimana Allah telah memuliakan sebagian manusia lebih dari yang lainnya, sebagian tempat dari tempat lainnya, Allah ta’ala juga telah memuliakan dan memberkahi bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Bulan ini merupakan even akhirat di mana pada bulan ini hamba-hambaNya yang saleh akan saling berlomba-lomba untuk meraih akhirat, mendapatkan kemenangan dan mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya. Mereka berpuasa di siang hari, shalat tarawih di malam hari, dan memperbanyak membaca al-Qur’an. Mereka melakukan berbagai macam ketaatan dan menjauhi maksiat karena mengharapkan pahala yang besar dan berbagai keutamaan di bulan ini.
Ketika Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan motivasi kepada umatnya setelah puasa Ramadhan untuk mengerjakan puasa 6 hari di bulan Syawal agar mendapatkan pahala yang sangat besar yaitu seperti puasa sepanjang masa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang sahih:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan berpusa enam hari di bulan Syawal maka dia seperti berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)
Keutamaan yang lain dari bulan ini, Allah telah memberikan kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh jalan-jalan yang dapat mengangkat derajat seseorang dan meleburkan dosa-dosanya. Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur’an, dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya setan sebagaimana yang Allah terangkan dalam hadits qudsi:
“Setiap amalan anak Adam baginya sepuluh kebaikan yang semisal dengannya kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu untukku dan aku yang akan memberinya pahala.” (HR. Bukhari)
Apabila telah berlalu bulan Ramadhan dan bulan Syawal maka seorang hamba akan memasuki pula bulan haji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa berhaji dan dia tidak berbuat keji dan fasik maka dia kembali ke tempat asalnya seperti bayi yang baru dilahirkan.” (HR Bukhari dan Muslim)
“Umrah ke umrah berikutnya adalah penebus dosa di antara waktu keduanya dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bulan Ramadhan adalah even yang penuh berkah di antara even-even akhirat. Umat islam selalu menanti-nantikan bulan ini setiap harinya. Maka beruntunglah orang-orang yang berjumpa dengan Allah dengan membawa amal saleh dan diterima amalannya. Alangkah meruginya orang-orang yang menemui bulan ini tanpa amal saleh, bersikap lalai, menyibukkan diri dengan keridaan setan dan memperturuti hawa nafsunya yang jelek wal ‘iyadzubillah
Sebagian pelajaran yang bisa dipetik oleh seorang muslim yang berpuasa dan banyak melakukan ketaatan pada hari-hari yang penuh berkah ini antara lain:
1. Balasan kejelekan adalah kejelekan sesudahnya, dengan demikian sesungguhnya seorang muslim yang ingin mendapatkan kebaikan bagi dirinya, jika menyukai perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah, menyibukkan dengan ketaatan pada-Nya, bersyukur terhadap segala kenikmatannya yang nampak maupun tersembunyi maka dia akan mantap untuk beramal saleh, tergerak hatinya untuk menyukai negeri akhirat yang tidak bermanfaat di negeri akhirat harta benda, anak-anak kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang salim (bersih). Maka benarlah, jika seorang hamba jiwanya senang dengan ketaatan pada hari-hari yang penuh berkah, berharap pahala dari Allah, menjauhi maksiat karena takut azab Allah maka ia akan memperoleh faedah berupa pelajaran berharga yang mengharuskannya untuk berbuat ketaatan dan menjauhi larangannya. Sesungguhnya Allah itu terus disembah hingga datang kematian sebagaimana firman-Nya,
“Sembahlah Rabb kalian hingga datang hari yang pasti (Kematian).” (QS. Al-Hijr: 99)
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali Imran: 132)
Maka tidak selayaknya bagi seorang muslim yang telah merasakan nikmatnya bulan Ramadhan untuk menukar kelezatan tersebut dengan pahitnya maksiat pada Allah baik di bulan Ramadhan maupun di bulan-bulan lainnya. Bukanlah seorang muslim yang baik jika dia menukar kebaikannya di bulan Ramadhan dengan kemaksiatan di bulan lainnya. Allah ta’ala akan selalu dekat dengan orang-orang yang bertakwa sepanjang zaman. Dia selalu disembah oleh hamba-Nya baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Dia selalu hidup dan tidak pernah mati. Amal-amal manusia di siang hari selalu terangkat pada-Nya sebelum datang malam hari dan amal-amal yang dikerjakan pada malam hari akan terangkat pada-Nya sebelum datang siang hari. Allah tidak akan berbuat zalim sedikit pun. Dia berfirman:
“Jika kamu berbuat baik maka akan dilipatgandakan pahalanya dan akan mendapatkan pahala yang besar di sisi-Nya.” (HR. An-Nisa: 40)
2. Puasa adalah jalan yang mengantarkan seorang hamba kepada Rabbnya. Tidak ada yang mengetahui hakikat pahalanya yang begitu besar kecuali Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:
“Setiap amalan anak Adam dibalas dengan kebaikan sepuluh kali lipatnya kecuali puasa, maka puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya, dia menahan syahwatnya dan menahan makan dan minum karena aku.” (HR. Muslim)
Mungkin saja ada orang yang mengaku berpuasa padahal ketika tidak dilihat orang maka dia makan dan minum. Orang seperti ini tidak merasa diawasi Allah. Dia hanya mendapatkan pujian dari manusia. Adapun orang yang takut pada Allah jika rusak puasnya dia takut sebagaimana takut apabila rusak shalat, zakat, haji, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Allah telah mewajibkan puasa sebagaimana Allah telah mewajibkan shalat. Shalat adalah rukun islam yang paling agung setelah syahadat. Shalat diwajibkan ketika Nabi Mi’raj ke atas langit. Oleh karena itu jika rusaknya puasa adalah perkara yang sangat besar baginya maka rasa khawatir akan rusaknya shalat akan terasa lebih besar urusannya. Inilah salah satu faedah yang bisa diambil seorang muslim di bulan Ramadhan.
1. Sesungguhnya di antara yang menjadi sebab kelapangan dan kegembiraan hati yang baik adalah menjadikan masjid sebagai tempat ibadah dan shalat di bulan Ramadhan. Ini adalah kelapangan dan kebahagiaan yang sangat agung bagi orang yang selalu mengerjakannya. Masjid-masjid Allah akan semakin diramaikan oleh orang-orang yang hendak mengerjakan shalat. Jika kebaikan ini terus berlanjut setelah Ramadhan usai, maka akan menjadikan seorang hamba sebagai bagian dari tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan dari Allah yang tidak ada naungan pada saat itu kecuali naungan dari Allah. Hal ini dikarenakan dia telah menjadi seorang hamba yang hatinya selalu terpaut dengan masjid sebagaimana yang di kabarkan Rasulullah dalam hadits sahih.
2. Kewajiban menahan makan, minum dan segala yang membatalkannya hanya terjadi saat berpuasa di bualan Ramadhan. Adapun menahan diri dari yang haram terus berlaku sepanjang masa. Seorang muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan adalah yang berpuasa menahan diri dari perkara yang halal maupun yang haram. Shaum secara bahasa berati menahan diri dari sesuatu. Adapun secara syar’i, shaum adalah menahan diri dari makan dan minum dan dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Makna syar’i adalah bagian dari makna secara bahasa sebagaimana makna secara bahasa juga dikaitkan dengan makna secara syar’i maka keduanya saling melengkapi. Berdasarkan makna secara bahasa maka termasuk larangan selama puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang haram baik yang dilakukan oleh mata, lisan, telinga, tangan, kaki dan kemaluan.
Allah telah berjanji untuk memberikan pahala bagi orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat-Nya dan mengamalkan perintah-perintah-Nya. Allah pun telah berjanji untuk mengazab orang-orang yang tidak menjaga perintah dan larangan-Nya, menuruti keridaan setan dan meninggalkan keridaan Allah. Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia akan ditanyai kelak di hari kiamat. Allah ta’ala berfirman:
“Janganlah kalian mengikuti perkara yang kalian tidak memiliki ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan ucapanmu akan dimintai pertanggungjawaban (kelak di akhirat)” (QS. Al-Isra: 36)
“Tangan-tangan mereka akan berbicara kepada kami dan kaki-kaki mereka akan bersaksi atas apa yang telah mereka perbuat (semasa di dunia)” (QS. Yasin: 65)
Dan Allah juga berfirman, “Pada hari dikumpulkannya musuh-musuh Allah di neraka dalam keadaan berkelompok-kelompok. hingga datang sebagai saksi atas mereka yaitu pendengaran mereka, penglihatan mereka, kulit-kulit mereka terhadap apa yang dilakukan (selama di dunia) dan mereka berkata kepada kulit mereka mengapa kalian bersaksi atas kami?maka mereka menjawab Allah telah membuat kami bisa berbicara sebagaimana dia bisa membuat bicara segala sesuatu dan dia menciptakan kalian pertama kali dan kepada-Nya lah kalian kembali.” (QS. Fushshilat: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Muadz bin jabal radhiyallahu ‘anhu setelah dia memerintahkannya untuk menjaga lisannya. Maka Muadz bertanya:
“Wahai Nabi Allah apakah kita akan diazab karena apa yang telah kita ucapkan? Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ibumu kehilangan dirimu wahai Muadz. Bukankah seseorang diseret atas wajahnya atau di atas batang hidungnya karena ucapan lisannya?” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa yang menjamin padaku bahwa dia mampu menjaga antara dua tulang rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku jamin ia masuk surga.” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Seorang muslim adalah orang yang tidak mengganggu muslim yang lain dengan lisan dan tangannya. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan amalan shalat, puasa dan zakat dalam keadaan dahulunya mencaci orang lain, memfitnah orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, memukul orang lain. Maka diambil kebaikannya untuk diberikan kepada orang yang telah ia zalimi tersebut. Apabila telah habis kebaikannya sementara urusannya belum selesai maka kejelekan orang yang dizalimi akan diberikan padanya kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
“surga itu dihiasi dengan perkara-perkara yang di benci sedangkan neraka dihiasi dengan hal-hal yang disukai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, sungguh Allah telah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa (menahan) lisannya, kemaluannya, pendengarannya, penglihatan, tangan dan kakinya dari perbuatan haram dan inilah pengertian shiyam (puasa) secara bahasa. Puasa yang seperti ini tidak hanya khusus di bulan Ramadhan saja tetapi untuk seterusnya sampai datang kematian dalam ketaatan pada Allah sehingga menang dengan keridaan Allah dan selamat dari kemurkaan Allah. Maka jika seorang muslim telah mengetahui bahwa Allah telah mengharamkan sesuatu yang halal ketika bulan Ramadhan dan mengharamkan perkara-perkara yang pada asalnya memang haram untuk selamanya maka pelajaran yang bisa dipetik bahwasanya seseorang tidak akan begitu saja membatasi dari yang haram ketika bulan Ramadhan saja akan tetapi dia akan melakukannya terus hingga akhir hayatnya karena takut terhadap hukuman Allah bagi orang-orang yang menyelisihi perintah dan larangan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan firman Allah ta’ala dalam sebuah hadits qudsi bahwasanya orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu ketika berbuka dan bertemu dengan Rabbnya di hari kiamat. Orang yang berpuasa bergembira ketika berbuka karena jiwanya saat berpuasa telah mampu meninggalkan apa yang ia sukai tetapi dilarang oleh Allah dan yang lebih besar dari itu ia akan mendapatkan balasan yang paling agung dan sempurna yaitu perjumpaan dengan Allah kelak di surga.
Barangsiapa yang menjaga lisannya, kemaluannya, tangannya, pendengaran, penglihatan dan seluruh anggota badannya dari yang diharamkan Allah hingga ajal menjemputnya maka ia berhak mendapatkan surga yang penuh kenikmatan dan berjumpa dengan Rabbnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan balasan bagi seorang mukmin ketika menjelang wafat, malaikat maut akan datang dengan wajah bersinar bagai matahari. Malaikat tersebut membawa kafan dan minyak wangi dari surga. Kemudian malaikat maut berkata: wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan dan keridaan Allah. Maka keluarlah ruh orang mukmin tersebut dengan lembut seperti tetesan air dari wadah air”. Maka inilah perlombaan yang baik, yaitu orang-orang yang terdepan dalam semangat untuk meraih kebahagiaan hatinya dan berusaha untuk membebaskan dirinya dari hal-hal yang dapat merusak dan membinasakan. Untuk itu dokter hati yaitu nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau tentang hari kiamat maka yang paling penting baginya untuk mempersiapkan diri dengan amal saleh. Beliau menjawab:”apa yang telah engkau persiapkan dalam menghadapi hari kiamat?”. Pertanyaan ini adalah penjelasan bahwa kehidupan dunia adalah persiapan untuk menghadapi kehidupan akhirat. Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“Berbekallah!! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, bertakwalah padaku wahai orang-orang yang berpikir.” (QS. Al-Baqarah: 197)